Selasa, 29 September 2015

24 jam keliling Dieng Plateau

Masih soal Dieng Plateau, banyak yang bilang kalau kita main ke Dieng, nggak cukup cuma satu atau dua hari. Saya setuju, rasanya tempatnya asyik dan suasana disana emang nyaman banget. Tapi bukan berarti kalau kamu cuma punya waktu 24 jam di Dieng, kamu nggak bisa senang-senang dan jalan-jalan.  Ya mungkin bakalan beda cerita kalau kamu orangnya suka antimainstream yang nggak mau jalan-jalan ke tempat turis. Hahaha.

Kali ini saya mau tuliskan apa aja yang saya lakukan di Dieng selama 24 jam. Karena waktu itu saya cuma punya waktu 24 jam disana. Sampai di sana jam 07.00, besoknya jam 08.00 udah pergi lagi dari Dieng. Hahaha, oke 25 jam ya, satu jam cari oleh-oleh.

Hal pertama yang harus kamu ketahui sebelum jalan-jalan sekitaran Dieng, kamu harus sedia uang yang ditaruh di tempat yang gampang di ambil. Kenapa? karena kamu akan menemukan banyak sekali loket, baik itu loket masuk tempat wisata, atau loket-loket lainnya hahaha.

Saya urutkan dari awal beberapa tempat yang saya kunjungi.

Dieng Plateau Theater
Pertama, setelah sampai di penginapan Bu Djono lalu mandi dan istirahat sebentar, saya keluar penginapan sekitar pukul 09.00. Berbekal peta ala kadarnya yang dikasih sama mas-mas penginapan. Pertama, kami mulai dari Dieng Plateau Theater.


Kami distop dan diminta bayar tiket masuk kawasan, harganya 8ribu. Saya kira, tiket ini bisa dipakai untuk masuk ke semua tempat wisata di Dieng. Ternyata enggak, cuma buat nonton film dokumenter di Dieng Plateau Theater. Saya nggak sempat ambil foto di dalam teater, yang jelas filmnya adalah film dokumenter tentang sejarah dataran tinggi Dieng. Filmnya mengingatkan saya pada film-film serupa yang pernah saya tonton di Museum Geologi. Filmnya cuma sebentar kok, setengah jam juga enggak sih kalau nggak salah.


Batu Pandang
Di belakang gedung teater, ada jalan setapak kecil yang mengarah ke belakang bukit. Ada bapak-bapak yang (saya kira) berbaik hati karena nunjukin jalan setapak yang tembus ke Batu Pandang. Eh ternyata dia guide terselubung dan minta dibayar hahaha, sial. Akhirnya saya bayar aja sekalian sama tiket masuk batu pandang 10ribu.

Saya agak mendaki sedikit, di kiri kanan banyak pohon cabe dan carica. Sebenarnya, ada jalan lain untuk menuju Batu Pandang, lewat Telaga Warna. Tapi waktu itu kami lebih memilih untuk lewat jalan setapak belakang Dieng Plateau Theater, biar nggak bolak-balik aja.
Kawasan di sekitar Batu Pandang mengingatkan saya pada Stone Garden yang ada di Padalarang. Namanya juga batu-batuan.


Spot Batu Pandang yang sering banget saya lihat di kalender, untuk mencapainya nggak begitu sulit. Cuma menanjak di batu-batu, nggak begitu ekstrem dan berbahaya. Ada saung yang cukup luas juga untuk menyimpan barang atau duduk-duduk.


Karena waktu itu di Batu Pandang lagi ada orang, saya agak berjalan jauh ke bukit dan menemukan batu yang kelihatannya bisa dinaikin. Sayangnya emang agak licin dan curam, karena memang bukan batu yang biasa dipakai orang untuk melihat pemandangan. Tapi, pemandangannya bagus juga.

Saya nggak menyarankan untuk naik-naik ke batu yang lainnya selain Batu Pandang yang biasa, apalagi kalau kamu takut ketinggian dan nggak biasa jalan di batu yang licin. Bahaya. Ingat, safety first, not selfie first.


foto diambil dari batu yang bukan batu pandang (?)
nggak disarankan untuk naik ke batu ini di musim hujan, licin banget!
Batu Pandang


Telaga Warna
Dari Batu Pandang, ada jalan setapak menuju ke Telaga Warna. Bukan jalan setapak sih hahaha, tapi paving block. Saya nggak langsung ke Telaga Warna karena kendaraan parkir di Dieng Plateau Theater. Peer banget kan pulangnya harus naik lagi hahaha #generasimager.

Waktu saya ke sana, kondisinya lagi gerimis dan agak berkabut. Agak sedih juga sih karena Telaga Warna waktu saya datangi malah kayak Kawah Putih gini. Padahal kalo lihat di instagram yang hashtag-nya banyak itu, Telaga Warna kelihatan wah banget. Ya, salah saya juga sih datang pas musim hujan. Sialnya lagi, sekalinya nemu spot foto bagus, udah dibajak duluan sama yang lagi foto pre-wedding. Asem. Jadilah saya cuma bentaran doang disini. Harga tiketnya 5ribu.




Kawah Sikidang
Tiket masuk Kawah Sikidang adalah 10ribu. Tiket masuk ini juga berlaku di Candi Arjuna. Jadi, dengan bayar 10ribu, kamu bisa masuk ke Kawah Sikidang dan Candi Arjuna. Nah, waktu itu mau masuk ke kawasan ini, yang jaga tiket nggak ada. Jadi saya masuk Kawah Sikidang tanpa membayar HAHA.

Sebagai manusia yang hidupnya dihabiskan di daerah penuh kawah macam Bandung, saya nggak begitu antusias. Ya lihat kawah yaaa dimana-mana kan kawah kayak gitu aja, yang membedakan kan bentuk bibir kawahnya hahaha.


Pemandangan di atas cuma bertahan beberapa menit aja karena setelah itu kabut turun lalu gerimis. Nggak banyak yang saya ingat soal Kawah Sikidang, tapi saya ingat kok, di dekat pintu masuk banyak banget yang jualan makanan dan cukup nyaman buat tempat berteduh waktu hujan. Saya juga lupa habis berapa banyak kentang goreng dieng dan tempe kemul, sepertinya banyak :(



Komplek Candi Arjuna
Saya baru sampai di pintu masuk Candi Arjuna lalu disambut hujan cukup deras. Hahaha. Semakin sore memang hujan terus-terusan turun. Setelah menunggu sebentar, akhirnya hujan cukup reda dan saya mulai masuk ke Komplek Candi Arjuna. Hal pertama yang saya sadari ketika masuk ke sana.... BUSET INI SEPI BANGET! Karena kalau dari riset saya di internet, katanya sore-sore di Komplek Candi Arjuna itu rame banget, banyak badutnya. Ya, mungkin karena habis hujan, jadi cuma ada rombongan saya dan rombongan turis asal China.


Sayangnya, waktu itu sedang ada beberapa perbaikan. Mungkin sekarang perbaikannya udah selesai. Oh ya, di Komplek Candi Arjuna, selain ada candi yang ada di foto di atas, ada juga Candi Bima (foto bawah) dan ada satu lagi candi yang saya lupa namanya. Tadinya saya mau ke sana cuma karena hujan (lagi), saya nggak sempat ke sana.


Komplek Candi Arjuna adalah tempat terakhir yang saya kunjungi hari itu, capek banget mak belum tidur hahaha. Sekitar jam 3 sore, saya keluar dari Komplek Candi Arjuna dan langsung balik ke Penginapan Bu Djono.

Lalu sore itu hujan deras sekali. Saya tidur, sampai pagi.
Edan.

Oh ya, kalo kamu mau menghabiskan waktu dengan maksimal. Setelah dari Kompleks Candi Arjuna, sebenarnya masih ada beberapa tempat wisata yang bisa kamu kunjungi. Ya, tinggal menyesuaikan aja waktunya. Saya akan tuliskan beberapa tempat wisata yang direkomendasikan oleh Mas-Mas Penginapan tapi nggak sempat saya kunjungi supaya kamu bisa riset soal tempat itu.

  • Pemandian Air Panas Pulosari
  • Sumur Jalatunda
  • Telaga Merdada
  • Kawah Sileri
  • Air Terjun Sirawe


Bukit Sikunir ( +Telaga Cebong)
Pergi ke Dieng tapi nggak lihat sunrise tuh udah kayak ambulans tanpa wiu wiu, apalah artinya. Apalagi tujuan saya ke Dieng kan mau lihat Golden Sunrise yang kata orang keren banget itu. Saya kebangun jam 2 pagi karena ada tamu yang baru datang di Penginapan, mereka ribut banget. Ya, kalo nginep di Bu Djono, orang jalan pelan aja kedengeran jelas.

Saya berangkat ke Sikunir jam 4 pagi naik motor. Jarak dari Penginapan Bu Djono sampai ke Sikunir kurang lebih 8km. Saya sempat kaget juga karena ada yang memutuskan buat jalan kaki dari penginapan. Yah, tangguh banget lah pokoknya, sepanjang jalan ke Sikunir juga saya lihat banyak banget yang jalan kaki bawa senter. Oh ya, jalan menuju ke gerbang Sikunir itu gelap dan masih minim penerangan, cuma terang dari lampu kendaraan. Jalannya juga jelek di beberapa titik dan sedang diperbaiki, mungkin sekarang udah bagus jalannya. Saran saya, apalagi kalo naik motor, mendingan bareng-bareng atau ramean gitu motornya semacam konvoi, biar lebih aman dan terang aja.

Sebelum sampai di gerbang Sikunir, saya melewati gapura selamat datang di desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa. Di sana, saya merasa udara semakin tipis, dan semakin dingin. Tapi saya seneng-seneng aja, namanya juga lagi piknik. Hahaha.
Saya parkir motor di dekat gerbang masuk Sikunir. Di sana banyak banget warung makanan dan oleh-oleh. Tapi karena takut lama jalannya, rombongan saya memutuskan untuk langsung berangkat. Cuma bawa bekal roti dan air mineral aja, itu juga udah cukup karena di atas juga ada yang jualan.

Trek untuk menuju puncak Sikunir sebenarnya nggak begitu sulit, tapi akan beda cerita kalau jalannya habis diguyur hujan semalaman. Nah, untungnya kemarin hujan cuma sampai sore, jadi waktu paginya saya ke Sikunir, tanahnya lembap dan yaaa ada beberapa bagian yang becek. Untuk treknya sendiri diawali dengan jalanan berbatu yang lama kelamaan jadi tangga gitu. Tangganya cukup ngeri karena kita dibawa semacam melipir bukit. Tapi tenang aja, ada pegangannya kok atau kamu bisa pegang tangan pacar, itu pun kalo punya. Jalannya juga nggak nanjak terus, ada jalan datar di beberapa titik dan sedikit turunan. Aku menyarankan untuk pakai sepatu yang aman untuk trekking seperti itu, jangan pakai sepatu yang licin macam converse.

Saya datang kepagian alias masih gelap banget. Akhirnya saya dan rombongan memutuskan untuk jajan yang anget-anget dulu di warung, yang jaganya ibu-ibu. Saya sempat kepikiran si ibu yang jualan itu udah diam di sana dari jam berapa, tapi otak saya keburu beku. Dingin banget!
Sayangnya, golden sunrise nggak golden-golden amat. Karena waktu mataharinya mulai naik, langsung lah itu kabut juga lewat lama banget. Alhasil yaa, begini lah cuma dapat before sunrise.


Waktu kabutnya udah pergi, mataharinya udah naik. Yaa, kalo buat saya sih nggak begitu mengecewakan. Masih bisa lihat yang golden-golden lah walaupun anginnya kenceng banget.




Saya dan rombongan turun dari Puncak Sikunir sekitar jam setengah 7 karena ngejar waktu sampai di Penginapan Bu Djono jam setengah 8. Saya belum packing dan makan nasi dari kemarin, lapar. Mau makan nasi goreng Bu Djono yang tenar banget itu. Hahaha.
Perlu diingat, ngejar waktu sih boleh, tapi kalo nemu tempat bagus buat foto ya berhenti dulu lah. Ya kan?

Dekat gerbang masuk Sikunir, ada Telaga Cebong yang luas banget. Kalo kamu mau, kamu bisa ngaso sebentar di sana, tempatnya oke juga.


Saya selesai makan jam 8 pagi. Harusnya langsung naik mikrobus ke Wonosobo karena mau langsung jalan ke Jogjakarta. Tapi apalah artinya ke Dieng kalau nggak beli manisan carica hahaha. Agak menyesal juga sih, karena nggak beli manisan carica waktu kemarin sore. Waktu itu kan masih pagi jadi toko oleh-oleh juga masih pada tutup. Kan sedih. Untungnya ada satu yang buka, tempatnya pas banget di belokan dekat Penginapan Bu Djono.

Oh ya, jangan lupa juga foto di tugu dieng, sambil nunggu mikrobus.



Catatan akhir:

Di Dieng banyak orang gila, beneran deh! Waktu itu saya lagi parkir di Indomaret dekat situ, tiba-tiba ada orang yang saya kira tukang parkir. Saya kasih deh duit dua ribu. Nggak taunya dikembaliin seribu lima ratus. Saya kan ngerasa aneh, apalagi orang-orang di sana pada ngelihatin saya.Eh ternyata doi emang nggak waras. Waktu saya mau pulang pun, kan mau foto tuh di tugu dieng. Ada yang nyamperin juga sambil ngomong apaan gitu nggak jelas. Untungnya ada bapak-bapak yang lewat dan ngusir orang itu. Bapak itu cerita, katanya memang di daerah sana (Dieng) banyak orang gila. Banyak orang-orang yang kurang waras dan mereka dibuang di sana, entah kenapa.

Selama di Dieng, saya nggak makan besar selain nasi goreng Bu Djono. Saya banyak jajan kentang goreng dan tempe kemul. Banyak banget, sampai males makan nasi. Jadi, saya nggak punya rekomendasi tempat makan selain di Bu Djono.

Musim terbaik buat pergi ke Dieng ya tengah-tengah tahun waktu musim kemarau. Kalau enggak, kabutnya edan-edanan. Saya termasuk yang (cukup) beruntung karena waktu ngejar sunrise nggak hujan. Yaa, walaupun sunrisenya juga ketutup kabut hahaha. Lebih asyik lagi kalo datang pas barengan sama Dieng Culture Festival, kan seru tuh!

Oh ya, ada beberapa barang yang jangan sampai nggak dibawa kalo kamu mau ke Dieng:
Senter dan sarung tangan
Syal atau buff atau apapun itu yang bisa nutupin leher dan kepala
Pacar, kalo ada.

Baiklah, selamat liburan!
Thank you for stopping by.
:)



"Just because a place is called as a touristy place, doesn't mean it isn't attractive."

Jumat, 19 Juni 2015

Tempo Gelato, Jogjakarta

Hai!
Minggu lalu aku sempat short escape ke Jogjakarta, tapi aku belum ada tujuan mau pergi kemana. Mau belanja, hahaha lagi nggak ada barang yang benar-benar dicari. Cuaca yang panas banget, bikin aku kepikiran buat cari gelato.

Biasanya, kalau aku ke Jogja, selalu mampir ke Artemy buat cari gelato. Tapi kemarin, aku menemukan tempat Gelato yang nggak kalah sama Artemy. Namanya Tempo Gelato, letaknya di daerah Prawirotaman yang termasuk 'daerah turis' tapi suasananya lebih sepi dan tenang daripada daerah Malioboro.

Aku menginap di Hotel Mataram, dekat Stasiun Tugu. Dari sana, tanya ke petugas hotel kalau mau ke prawirotaman enaknya naik apa? Mereka menyarankan naik taksi saja biar nggak ribet, aku sih nurut aja hahaha. Iya, bukannya aku nggak mau susah dan cemen, tapi seingatku daerah situ nggak langsung dilewati Transjogja. Kalau mau ke Prawirotaman, setelah turun di halte pojok benteng wetan, tetap harus naik becak lagi. Benar nggak sih?

Oke, kalau kamu mau naik taksi kayak aku, dari Stasiun Tugu ke Prawirotaman itu argonya sekitar 26-27ribu dengan kondisi lalu lintas yang ramai lancar. Kamu tinggal bilang ke supir taksi, mau ke Prawirotaman I, depan Hotel Pandanaran.

Waktu aku turun dari taksi, langsung dibikin kagum sama bangunannya yang unik. Semacam rumah kaca.






Masuk ke dalam, semakin dibuat suka sama interiornya yang didominasi batu bata dan kayu yang dicat kasar dan nggak diplester dulu. Yang paling aku suka adalah kaca-kaca yang bikin pencahayaan dalam kedai jadi terang. Suasana di dalamnya homy banget dan nyaman. Pelayannya juga ramah, aku tanya ini itu, mereka jawab dengan senang hati. 









Setelah dibuat suka dengan tampak luar bangunan dan interiornya, ada satu hal lagi yang bikin kamu jatuh cinta sama tempat ini: GELATO. Tempo Gelato punya banyak banget rasa. Banyak banget!! Mulai rasa yang biasa kayak coklat atau strawberry, rasa sejuta umat kayak matcha atau nutella, sampai rasa yang nggak biasa kayak chocolate-chili atau kemangi. Wait... kemangi? Penasaran kan gimana rasa kemangi dibikin jadi eskrim? Keep reading, fellas! 







Untuk gelato dengan cone, harganya 25ribu aja, sama kayak argo minimal taksi di jogja hahaha. Harga segitu, kamu bisa pilih 2 rasa yang kamu suka dan cone yang menurutku guede banget! Kalau dibandingkan dengan ukuran gelato di Artemy, ukuran di Tempo Gelato lebih besar.



Aku mencoba gelato rasa Raspberry dan Spicy Chocolate (Chocolate-chili). Rasa raspberrynya berasa banget dan asem-asem seger pokoknya. Kalau Spicy Chocolate, rasanya kayak coklat aja, tapi ada hint cabe alias pedes-pedes gitu. Tenang aja, rasa cabenya nggak terlalu kuat kok, jadi kamu nggak akan kepedesan gara-gara makan gelato. Kalau kamu icip rasa raspberry dan spicy chocolate digabung, jadi berasa rujak hahaha, manis-asem-pedes. Enak dan seger banget pokoknya! Untuk teksturnya sendiri aku rasa lebih thick dari gelato di Artemy, dan nggak gampang cair atau netes-netes.



Sebelum pulang, aku memutuskan untuk mencoba gelato rasa kemangi yang tadi aku sebutkan. Ya, kemangi yang suka dipakai ibu buat bumbu pepes itu lho. Aku tanya ke mbaknya, gimana rasa kemangi. Dia bilang rasanya adem kayak mint, dan mbaknya bilang, gelato ini dibuat dari daun kemangi asli. Aku juga mencoba gelato rasa nutella. Kali ini aku pilih porsi dengan small cup seharga 20ribu aja. 

Untuk rasa nutellanya sendiri, menurutku kurang berasa nutella hahaha. Sedangkan untuk rasa kemangi sendiri, ini rasanya bener-bener kayak kamu makan daun kemangi, tapi manis dan lembut. Unik banget rasanya. Dan aku setuju sama mbaknya, rasa eskrim kemangi ini dominan rasa mintnya. Tapi tetep aja sih rasanya daun kemangi. hahaha.

Sebenernya besoknya aku mampir lagi ke Tempo Gelato hehehe, aku coba gelato rasa caramel dan mint. Rasa caramelnya berasa banget. Kayak kamu makan sirup caramel yang dingin. Sedangkan untuk rasa mint-nya sendiri..... hahaha entahlah kok aku malah ngerasa itu kayak rasa kemangi ya. Beneran deh rasanya mirip banget, cuma yang ini nggak ada aroma-aroma kemangi. 



Oh ya, selain menjual gelato, sepertinya mereka juga menjual kopi atau mungkin affogato. Karena aku melihat ada mesin kopi disana.

Aku suka banget tempat ini, dan gelatonya juga. Sayangnya, nggak ada lahan parkir yang memadai. Jalan di depannya sempit banget. Kalau kamu kesini pakai mobil, dapat parkirnya untung-untungan. Kalau naik motor, masih ada lah parkir di depannya. Sayangnya lagi, meskipun disini itu daerah turis, agak susah juga sih nyari taksi. Hehehe. 

Pokoknya, tempat ini recommended banget buat kamu yang suka makan eskrim dan pengin coba rasa eskrim yang unik. 

Tempo Gelato,
Jalan Prawirotaman I Nomor 43,
Yogyakarta



Thank you,
:)




Rabu, 15 April 2015

Penginapan Murah di Dieng

Disclaimer: Beberapa foto penginapan di bawah ini nggak saya ambil secara pribadi, saya mengambil dari beberapa blog untuk kepentingan deskripsi, dan saya sudah menyertakan sumbernya di bawah foto yang saya ambil dari blog. 

Kalau kamu browsing soal penginapan di Dieng, kebanyakan orang menginap di Losmen Bu Djono. Katanya, penginapan ini super recommended dan terkenal banget di kalangan bule-bule hahaha. Saya pikir, karena di Dieng cuma numpang nyimpen barang, mandi, dan tidur, rasanya sayang banget kan kalau harus keluar duit lebih dari 100ribu cuma buat penginapan HAHAHA *pelit*

Setelah browsing sana-sini, saya dan partner memutuskan untuk menginap di Losmen Bu Djono. Selain murah, pertimbangan lainnya adalah losmen ini GAMPANG banget dicari, secara tempatnya tepat di depan tulisan 'Welcome To Dieng', kalau naik mikrobus kan turunnya di situ, jadi tinggal nyebrang.

Sumber Foto: https://kalderaprau.wordpress.com/2012/04/14/bu-djono-hotel-resto/ 
Losmen Bu Djono memperbolehkan kita untuk booking terlebih dahulu tanpa harus ada DP. Entahlah, mungkin karena waktu saya kesana tuh bukan musim liburan dan weekend (saya sampai di Dieng hari senin). Kalau kalian kemari di musim liburan atau weekend, sebaiknya hubungi penginapan jauh-jauh hari.

Banyak yang bilang, orang-orang di Bu Djono tuh ramah-ramah. Saya setuju, soal pelayanannya jangan ditanya, ramah banget! Ibu-ibu yang jagain penginapan juga baik dan ramah, cantik pula! Beberapa menit setelah saya telpon untuk booking kamar, mereka langsung sms nanya kalau-kalau saya perlu kendaraan buat di sana, mereka siap menyewakan. Satu hari sebelum saya berangkat pun mereka sms, nawarin mau dijemput di wonosobo apa enggak. Karena saya dan partner ogah keluar duit banyak, kami memutuskan untuk menolak hahahaha. Mereka rajin banget sms nanya-nanya saya udah sampai di Dieng apa belum hahaha ramah banget kan! Saya sih nggak terganggu, ya namanya juga usaha kan.

Kamar-kamar adanya di lantai dua (mungkin ada di lantai tiga juga karena ada tangga ke atas). Tangga dan lantainya terbuat dari kayu, suasananya homy banget. Dan agak kayak kos-kosan murah di Jakarta. Setiap ada yang jalan di koridor atau tangga, pasti kedengeran jelas. Tengah malam sebelum ngejar sunrise, ada tamu penginapan yang baru datang dan saya langsung bangun. Kamu ngobrol dengan volume biasa aja bisa kedengeran. Hahaha.

Walaupun tempatnya nggak mewah, tapi tenang aja, tempatnya nyaman buat tidur. 

Sumber Foto: http://akaruicha.blogspot.com/2015/03/bu-djono-nya-dieng.html 
Di lantai dua, ada teras yang menghadap ke tugu dieng. Ada kursi dan meja juga, cocok buat ngumpul sambil ngobrol dan ngopi. Tapi saya dan partner lebih suka tidur lebih cepat daripada nongkrong di teras. Selain dingin, kami belum tidur sejak kemarinnya.

Dari foto di atas, terasnya ada di balik pintu tengah. Waktu itu saya mengambil kamar yang sebelah kanan karena ada jendela yang langsung ke jalan, sedangkan kalau kamar yang di pintu kiri, jendela sampingnya menghadap ke tembok, kan nggak asik ya.

Setahu saya, Losmen Bu Djono punya kamar kelas Standar dan VIP.
Untuk kelas standar, harganya per malam Rp. 75.000,-. Kalian akan mendapatkan:

  • Satu tempat tidur ukuran double, 
  • dua buah bantal
  • satu buah selimut tebal
  • lemari kecil
  • free wifi
  • kamar mandi di luar (air panas). Tenang aja, kamar mandinya bersih banget kok, dan air panas 24 jam.

Note: kalau kalian mengambil kamar kelas standar, saran saya sih ambil yang letaknya dekat teras lantai dua. Karena kamarnya cukup terang dan ada jendela. Jangan ambil kamar yang sebelah kamar mandi, sempit banget dan agak pengap.

Sedangkan untuk kelas VIP, harga per malam Rp. 150.000,-. Kalian akan mendapatkan:

  • Satu tempat tidur ukuran double dengan bantal dan selimut tebal.
  • kamar yang luas
  • ada lemari besar dan televisi
  • free wifi
  • kamar mandi di dalam (air panas 24 jam)
  • bisa minta tambah kasur karena kamarnya cukup luas.


Sumber foto: https://mantugaul.wordpress.com/2012/11/04/review-dieng-plateau-wisata-dataran-tinggi-visit-jateng-2013/

Bentuk kamarnya kayak begini nih... ini yang kelas standar. Dan Foto di bawah ini kamar mandinya. 


Sumber Foto: https://mantugaul.wordpress.com/2012/11/04/review-dieng-plateau-wisata-dataran-tinggi-visit-jateng-2013/

Penginapan Bu Djono menyediakan penyewaan motor dan guide kok. Waktu saya dateng, saya langsung sekalian menyewa motor. Harganya Rp. 100.000,- udah termasuk bensin. Bensin full tank itu cukup banget buat keliling-keliling Dieng, kelebihan malahan. Selain termasuk bensin, dengan harga segitu kami dapat peta dieng yang sederhana banget tapi cukup jelas, dan penjelasan soal rute di peta dari mas-masnya. Motor yang disewakan juga kondisinya bagus banget kok, kami dapat motor vario baru yang suaranya haluuusss banget. hahaha.
Tapi, ada baiknya kalian cek harga lagi sebelum nyewa motor. Karena besoknya waktu kami check-out, ternyata harga sewa motornya Rp. 125.000,- . Sial. 

Oh, ya. Di penginapan Bu Djono juga ada restoran dan disana juga menyediakan oleh-oleh. saya dan partner sempat mencoba Nasi Gorengnya yang terkenal itu. Dan cuma nasi goreng yang saya foto. Hahaha. Ternyata beneran enak dan murah! Kalian harus coba, jangan lupa juga cobain tempe kemul yang hits banget di Dieng. Hahaha.








Untuk kalian yang berminat menginap di Penginapan Bu Djono, sila kontak nomor di bawah ini, pilih aja salah satu sesukamu. 
085643958085 (nomor yang saya telpon)
085227389949 (nomor yang rajin banget sms)

thank you,
:)

Selasa, 14 April 2015

Transportasi Umum dari Bandung ke Dieng

bulan Maret yang lalu, saya pergi ke Dieng. Sebenarnya ini benar-benar perjalanan singkat dan nggak ada niat buat menulis catatan perjalanan, tapi saya tuliskan disini just in case ada yang perlu info tentang itu dan nyasar ke blog ini. Hahaha!


Untuk bisa sampai ke Dieng, kita harus ke Wonosobo terlebih dahulu. Dari Bandung, ada beberapa alternatif pilihan transportasi umum. Misalnya, travel, bus atau kereta api. Tapi, yang paling mudah adalah menggunakan bus karena ada armada yang memiliki trayek langsung Bandung-Wonosobo dan sebaliknya. Sedangkan jika ingin menggunakan travel, kurang banyak yang tahu armada travel apa saja yang menuju Wonosobo dari Bandung. Dan untuk kereta api, tidak ada kereta yang langsung sampai ke Wonosobo, harus naik kendaraan lagi dari Purwokerto yang tentu saja akan menyita waktu lebih banyak.

Ada dua armada ternama yang memiliki trayek langsung Bandung-Wonosobo yaitu Sinar Jaya dan Budiman. Selain dari Bandung, armada Sinar Jaya juga melayani trayek Jakarta-Wonosobo. Saya kurang tahu pasti tarifnya berapa, karena saya menggunakan Bus Budiman. Tebakan saya, selisih harganya tidak terlalu jauh. Jika menggunakan Bus Budiman bisa naik dari Terminal Cicaheum atau dari pool yang letaknya di dekat Bunderan Cibiru.
Sebelum keberangkatan, saya sempat bertanya pada penjual tiket di Terminal, katanya, bus budiman jurusan Bandung-Wonosobo ada banyak dan jadwal keberangkatannya pun setiap jam. Jadi, tidak perlu dan tidak bisa beli tiket jauh-jauh hari. Cara terbaik untuk dapat tempat duduk adalah: datang lebih awal dari jam keberangkatan. Karena tiketnya juga dijual seperti saat kita naik bus kota. Harga tiketnya IDR 85k sudah termasuk paket makan (nasi + sayur + daging/ ikan + air minum) . Harga tiket bisa naik atau turun, tergantung harga BBM.
Jika ingin berangkat malam dari Bandung dan sampai di Wonosobo pagi hari, saya sarankan naik bus yang berangkat pukul 7 atau pukul 8 dari pool Cibiru. Saya berangkat pukul 6 sore dari Cibiru dan sampai di Wonosobo pukul 3 subuh, buat saya itu terlalu pagi.

Bus jurusan Wonosobo, baik Sinar Jaya maupun Budiman, akan berhenti di Terminal Mendolo. Dari sana,  naik angkot berwarna kuning yang nantinya akan melewati daerah bernama Plasa. Angkot kuning ini, baru masuk terminal pukul 6 pagi. Sebelum itu, mereka akan mangkal di luar terminal atau hanya lewat saja. Jadi, jika sampai di sana pukul 3 pagi, jangan harap menemukan angkot di dalam terminal. Oh ya, selain angkot, ada juga ojek yang mangkal di terminal dan bisa mengantar ke Plasa. Jika naik angkot, tarifnya IDR 3k (sebelum harga BBM naik) waktu tempuhnya kurang lebih 5 menit.

Sebenarnya, sebelum bus sampai ke Terminal Mendolo, bus Sinar Jaya dan Budiman ini melewati plasa. Rajin-rajinlah bertanya pada Kondektur setelah bus masuk Wonosobo, jika ingin langsung turun di Plasa.

Tempat yang disebut 'Plasa' adalah taman kota gitu, letaknya dekat Alun-alun Wonosobo. Disana ada banyak mikrobus berbagai jurusan. Berdasarkan informasi dari mas-mas yang saya tanyai, mikrobus ke Dieng mulai ada sekitar pukul setengah 6. Trayek mikrobus ke Dieng yaitu Wonosobo-Dieng-Batur. Mikrobus ini ada banyak, jadi tidak perlu khawatir harus menunggu lama ketika tidak ada mikrobus yang mangkal. Dari Plasa ke Dieng Plateau memerlukan waktu kurang lebih satu jam, mikrobus akan berhenti di beberapa titik seperti pasar, tapi tidak lama, selebihnya ya berhenti  hanya untuk naik turun penumpang saja.

Saya naik mikrobus bersamaan dengan matahari terbit. Jadi, di jalan sempat melihat matahari terbit meski hanya selewat, karena agak tertutup oleh Gunung Sindoro. Oh, ya, saran saya, jika naik mikrobus ke dieng, sediakan masker. Karena mikrobus akan berpapasan dengan banyak sekali mobil yang mengangkut pupuk kompos. Benar-benar bau petualangan. Tarif mikrobus dari Wonosobo ke Dieng, IDR 12.5k (sebelum harga BBM naik).

Tenang saja, tidak perlu takut terlewat karena Kondektur selalu mengatakan nama daerah yang akan dilewati mikrobus. Atau, seringlah menengok ke jendela sebelah kiri, jika sudah menemukan tugu bertuliskan 'welcome to Dieng' seperti foto di atas, maka sudah sampai di Dieng.
Untuk transportasi pulang ke Bandung, kurang lebih sama seperti saat berangkat, hanya arah sebaliknya. Naik mikrobus yang ke Wonosobo dari depan Losmen Bu Djono atau seberang Tugu Dieng, lalu turun di Plasa. Turun dari kendaraan harus benar-benar di tempat kemarin naik, karena jika tidak, maka akan tersesat. Misalnya tiba-tiba diturunkan sebelum sampai Plasa, yang harus dilakukan adalah naik kendaraan dengan trayek sama, atau naik ojek saja.

Dari plasa, naik angkot kuning lagi menuju terminal. Kalau tidak menemukan angkot, bisa naik ojek, atau sedikit berjalan dari Plasa ke arah kiri sampai bertemu jalan turunan tempat mikrobus yang lewat terminal mangkal.
Jangan takut untuk bertanya arah pada orang di jalan kalau kebingungan. Juga jangan takut untuk menolak tawaran tukang ojek, cukup geleng kepala dan tersenyum, mereka tidak akan memaksa.
Selamat jalan-jalan!!

thank you,
:)

Kamis, 22 Januari 2015

Resep Red Velvet Cupcake

Resep cupcake yang satu ini udah bertebaran dimana-mana dan ditulis oleh orang dalam maupun luar negeri. Tapi, kali ini aku mau cerita tentang pengalaman pertamaku bikin Red Velvet Cupcake yang jadi favorit banyak orang. Terakhir bikin cupcake itu dua tahun lalu hahaha jadi agak kaku.
Aku memakai resep panduan dari joyofbaking, alasannya sederhana sih: aku lihat videonya di youtube . Namun, resepnya aku modifikasi sedikit. Karena menurut beberapa sumber yang aku baca di internet, resep ala-ala bule kalo saklek kita bikin, hasilnya bakal terlalu manis. Katanya, gula disana nggak semanis gula di Indonesia. Jadi, resep ala-ala bule kebanyakan memakai ukuran gula yang cukup banyak.



Resep cupcake
125 gr    Tepung terigu all purpose
¼ sdt     Baking Powder
10 gr      Bubuk Coklat yang Duch Processed, tanpa pemanis.
90 gr      Gula Halus
57 gr      Salted Butter
¼ sdt     Garam (Kalau kamu pakai unsalted butter)
1 butir   Telur Ukuran Besar
120 ml   Buttermilk
1 sdm    Pewarna Makanan Merah
½ sdt     Air Perasan Lemon/ Apple Cider Vinegar
½ sdt     Baking Soda
½ sdt     Ekstrak Vanila

Resep Creamcheese Frosting
114 gr   Creamcheese
40 gr     Gula Halus
80 ml    Whipped Cream Cair
 
Ini bahan yang aku pakai, yang warna kuning dibungkus plastik, Blueband Cake and Cookie. Dibungkus plastik karena belinya di toko bahan-bahan kue. Dan BP SK itu bukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, tapi Baking Powder dan Soda Kue. Hahaha zz
  • Aku nggak menyarankan kalian untuk pakai merk coklat bubuk yang sama dengan punyaku. Setelah kuenya jadi, menurutku rasanya gak coklat, lebih kuat rasa vanillanya, padahal sudah sesuai ukuran resep. Kalau coklatnya mau ditambah, nanti warna kuenya makin gelap.
  • Oh, ya. Aku nggak menyarankan pakai Cream Cheese Light seperti yang aku pakai, varian itu lebih cocok untuk olesan roti dan teksturnya lebih cair. Aku baru tahu kalau itu faktor yang bikin frosting punyaku lebih encer dan gak stabil. Harusnya pakai yang ini,


Cara Membuat Cupcake
Panaskan oven terlebih dahulu, 175 derajat celcius
Campur bahan-bahan kering: tepung terigu, bubuk coklat, dan baking powder dalam satu wadah. Pisahkan.

Catatan: Sebaiknya untuk coklat bubuk diayak terlebih dahulu supaya nggak menggumpal. Atau semua bahan kering diayak, kalau dirasa perlu.
Karena susah untuk menemukan buttermilk di supermarket, bisa kita buat sendiri. Caranya: campur susu cair dengan air perasan lemon, aduk sebentar lalu tutup dan diamkan. Aku menggunakan gelas yang biasa dipakai untuk bekal minum. Atau kalo mau gampang, bisa pakai plain yogurt yang nggak manis.
Sambil menunggu buttermilk, mixer mentega sampai lembut sekitar 1-2 menit. Kemudian tambahkan gula halus, mixer sekitar 1-2 menit (sampai lembut). Setelah itu masukan telur, kocok sampai rata. Tambahkan ekstrak vanilla.
Catatan: jangan mengocok telur terlalu lama, secukupnya aja sampai telur dan menteganya rata. Berdasarkan pengalaman aku, kalau mengocok telurnya kelamaan, nanti kuenya nggak bagus. Waktu di dalam oven dia mengembang banget tapi pas udah dingin malah kempes jelek.
Campur pewarna merah ke dalam buttermilk, aduk sampai rata.
Tambahkan sebagian adonan kering yang tadi sudah dicampur, bergantian dengan buttermilk. Jadi setengah adonan kering (mixer rata dengan kecepatan rendah), buttermilk (aduk pakai sondet), setengah adonan kering (mixer lagi), sisa buttermilk (aduk lagi pakai sondet)
Campurkan air lemon dan baking soda, lalu tambah ke dalam adonan. Aduk ringan pakai sondet pelan-pelan.
Catatan: adonan yang sudah dicampur dengan campuran air lemon + baking soda harus langsung dipanggang. Jadi, kalau oven punyamu nggak cukup untuk semua, bagi dua dulu adonan kue, begitu juga dengan adonan air lemon + baking soda.

Untuk takaran adonan segitu, harusnya cukup untuk 12 buah cupcake dengan ukuran papercup standard (yang ada di cetakan). Papercup yang di tatakan itu ukurannya lebih besar.


Aku memanggang kurang lebih setengah jam hahaha lupa! Aku bolak balik cek cupcakenya udah matang atau belum pakai tusuk gigi. Alhasil, kuenya bolong-bolong.


Setelah cupcake mulai dingin, aku membuat frosting.
Cara membuat Creamcheese Frosting
Mixer cream cheese sampai lembut
Masukkan gula halus dan vanilla ekstrak
Kemudian masukan whipping cream cair sampai konsistensi adonannya pas.  
Catatan: jangan mengocok creamcheese dan whipping cream terlalu lama, karena semakin lama mengocok, adonan akan berair dan menggumpal. Jelek banget pokoknya. Walaupun kamu pakai varian creamcheese yang benar, creamcheese akan tetap berair.
Aku biasanya pakai icing sugar merk fiesta, daripada gula halus biasa. Berdasarkan pengalamanku sebelumnya, konsistensinya lebih kokoh. Untuk yang ini, aku pakai gula halus biasa, creamcheese yang keliru variannya, dan aku mengocoknya hampir kebablasan HAHAHA. Jadi hasilnya agak lembek dan gampang banget cair.

Ini dia hasilnya HAHAHA tumpeh-tumpeh. Sedih lihatnya hahaha. Walaupun frostingnya buyatak , rasanya ngeju dan manisnya cukup. Teksturnya kayak whipped cream yang suka di minuman-minuman, tapi lebih lembek.

 


Frosting boleh buyatak, tapi kuenya oke hahaha. Menurutku, untuk rasa coklatnya ada tapi samar dan lebih kerasa vanilla. Walaupun diluar kelihatan garing, pas dibelah dalemnya lembut banget, velvet banget lah. Menurut adikku yang suka frontal, rasanya pas dan cupcakenya lembut, dan nagih! hahaha. Menurut ibuku, frostingnya gak jelas tapi cakenya enak. Menurut tetangga yang ke rumah waktu selesai bikin ini, cupcakenya wangi dan lembut, manisnya pas. Hahaha makasih udah komentar :')

Memang belum purrfect, tapi lumayan lah untuk percobaan yang pertama. Hahaha next time aku coba lagi.

Selamat mencoba, jangan menyerah!
:)